Picture taken from www.masramdahsyat.blogspot.com through www.google.com |
Menjadi bagian dari sebuah organisasi mahasiswa tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Apalagi jika jabatan yang diamanahkan sudah mencapai puncak, sementara jabatan di organisasi lain masih dipegang. Lantas, apa yang harus dilakukan jika waktu kuliah, pribadi, dan berorganisasi bertabrakan? Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi?
Menghindari diri dari masalah bukan jawaban dari segala macam persoalan.
Membentengi diri dengan berbagai macam alasan pun bukan jawaban yang tepat. Tantangan
yang membentang di depan mata mestinya dimaknai sebagi risiko yang mau tidak
mau, suka tidak suka, harus dihadapi seorang aktivis kampus. Jika tidak mampu
menghadapinya, lebih baik mengundurkan diri.
Seorang aktivis kampus sejati pasti merasa belum puas dengan segala yang
ia peroleh dari organisasinya. Ada saja hal yang dirasanya masih harus ia lakukan
sebelum demisioner. Ada saja hal yang ingin ia ‘wariskan’ kepada pengurus
organisasi tahun berikutnya. Maka, seorang aktivis kampus tidak akan menyerah
begitu saja ketika berbagai persoalan datang bertubi-tubi padanya.
Seorang aktivis kampus yang telah menduduki jabatan sebagai pemimpin di
sebuah organisasi mahasiswa biasanya memiliki tantangan yang jauh lebih besar
dari rekannya. Mengapa?
Pertama, mahasiswa yang bukan anggota dari sebuah organisasi, tentu akan
melihat track record dan perilaku pemimpin
organisasi sebelum atau sesudah mengenal organisasi tersebut. Penilaian yang
mereka berikan, baik itu bagus maupun tidak, akan menjadi cap yang melekat pada
nama organisasi tersebut. Maka, seorang pemimpin organisasi mahasiswa harus membekali
dirinya dengan prestasi serta perilaku yang baik. Sedikit saja sang pemimpin
melakukan kesalahan, citra organisasi dapat tercoreng.
Kedua, kinerja pengurus organisasi, baik dan buruknya, menjadi tanggung
jawab sang pemimpin. Jika kinerja pengurusnya kurang atau bahkan tidak baik,
tentu sang pemimpin akan menjadi bahan makian. Mengapa pemimpin tidak mencegah
pengurus melakukan hal itu? Mengapa pemimpin menyetujui apa yang dilakukan
pengurusnya?
Ketiga, segala ucapan pemimpin akan diperhatikan betul oleh para
pengurusnya dan bahkan orang lain. Ketika ia lupa atas ucapannya, hal tersebut akan
berpengaruh pada tingkat kepercayaan pengurus serta publik tentang dirinya dan
juga organisasinya. Bisa jadi, pengurus tak lagi memiliki rasa hormat dan
percaya pada sang pemimpin sehingga kondisi internal organisasi dapat
terganggu. Sedangkan di mata eksternal, lagi-lagi sang pemimpin menjadi label
bagi organisasinya.
Keempat, pemimpin harus pandai membagi waktu, hati, dan pikiran. Hal ini
tidak hanya berlaku untuk kehidupannya secara umum, melainkan juga untuk
internal dan eksternal organisasi. Pemimpin tidak boleh terlalu sering “ke luar”,
tetapi juga tetap harus “tinggal di dalam”. Pemimpin tidak boleh terlalu fokus
pada departemen yang pernah ia “tinggali”. Ia harus menyambangi satu per satu
departemen, bahkan jauh lebih baik lagi, jika ia mau menyambangi satu per satu
pengurus. Meski tidak paham dengan hal-hal tertentu dalam sebuah departemen, ia
wajib mempelajari hal tersebut agar tidak terjadi ketimpangan.
Kelima, pemimpin organisasi harus rela berkorban. Ketika ada panggilan
darurat di mana ia sebagai pemimpin organisasi harus hadir padahal saat itu
juga ada kuliah, sang pemimpin harus mengorbankan salahsatunya. Ketika sang
pemimpin sudah lama tidak pulang ke kampung halamannya di luar pulau tapi
ternyata organisasi mengadakan sebuah acara besar di hari libur kuliah, sang
pemimpin harus kembali berkorban. Masih banyak contoh pengorbanan, mulai dari
yang remeh-temeh hingga yang kompleks, yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Pilihannya
hanya satu, korbankan salah satu.
Selain pemimpin, pengurus biasa pun acap kali mendapat tantangan yang
tak kalah rumit. Umumnya, hal ini disebabkan organisasi yang ia ikuti terlalu
banyak padahal manajemen waktu yang ia lakukan kurang baik sehingga tugas serta
kewajiban yang harus ia kerjakan saling bertabrakan.
Sudah seharusnya seorang aktivis kampus memegang teguh komitmennya pada
organisasi. Jika ia mampu memenuhi kewajiban dan tanggung jawab pada lebih dari
satu organisasi, tentu hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun, jika tidak,
tentu harus ada organisasi yang dikorbankan. Harus ada organisasi yang
ditinggal demi kebaikan bersama.
Kegiatan para aktivis kampus memang kerap menyita waktu pribadinya, bahkan
tak jarang mengorbankan kesehatan saat kondisi sedang tidak bersahabat. Maka,
berpikirlah kembali sebelum menentukan pilihan pada organisasi apa kamu akan
mengabdi. Jangan anggap menjadi aktivis kampus itu sebuah pekerjaan yang mudah.
Pikirkan baik-baik tujuan mengikuti sebuah organisasi mahasiswa dan manfaat apa
yang akan diperoleh. Dengan demikian, tidak ada kata menyesal dan menyerah
ketika menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan organisasi kampus. Salam
mahasiswa!
No comments:
Post a Comment