Picture taken from www.footage.shutterstock.com through www.google.com |
Oleh: Nur
Ainina Razan
Di era post-modern
ini, kecepatan dan ketepatan waktu sangat dibutuhkan di berbagai aspek
kehidupan. Tengok saja media massa online
Indonesia yang berlomba-lomba untuk menyajikan berita secara cepat atau dokter
dan perawat yang harus bisa menangani pasien dengan cepat sebelum hal-hal yang
diinginkan terjadi. Di bidang lain, kecepatan waktu juga dibutuhkan,
seperti dalam bidang bisnis, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Sayangnya, meski kecepatan dan ketepatan waktu sangat
dibutuhkan di berbagai bidang, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak
bisa menerapkan disiplin waktu pada kehidupan sehari-harinya. Bahkan, budaya
tidak disiplin waktu, atau yang biasa disebut ngaret (baca: melar seperti karet), ini sudah menjadi suatu
pemakluman di Indonesia.
Hal yang lebih disayangkan adalah toleransi waktu ini kerap
disalahartikan sebagian masyarakat Indonesia sebagai waktu dimulainya suatu
kegiatan sehingga banyak orang yang memilih untuk menghadiri suatu acara mendekati
batas toleransi waktu. Nampaknya, pepatah “Time
is money” atau “Waktu adalah uang” tidak memberikan kesan sedikitpun pada
diri mereka.
Padahal, tidak sedikit dari mereka yang sadar bahwa
datang pada suatu acara mendekati batas toleransi waktu memiliki banyak risiko,
seperti terjebak macet di perjalanan, ban kendaraan bocor, kendaraan kehabisan
bahan bakar, atau tertinggalnya barang yang seharusnya dibawa. Di sisi lain,
bepergian dengan terburu-buru dapat menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan
diri sendiri dan orang lain, salahsatunya adalah kecelakaan lalu lintas yang
berujung pada kematian.
Sudah saatnya budaya ngaret yang tumbuh subur di bumi pertiwi ini dicabut dari akarnya,
yakni kesadaran masyarakat Indonesia atas pentingnya waktu. Hukuman untuk
seseorang yang terlambat menghadiri suatu acara hendaknya semakin dipertegas
dan tidak dijadikan sebagai sebuah beban, melainkan konsekuensi. Hal ini
diharap mampu meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap urgensi
waktu yang akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup yang ia
miliki dengan penerapan disiplin waktu. Pola pikir masyarakat Indonesia yang
sering mengganggap remeh sesuatu pun sudah saatnya diubah menjadi paradigm
baru, yaitu “Barang siapa yang terlambat, akan tertinggal”.
Penghilangan budaya ngaret di Indonesia memang tidak bisa dilakukan dalam waktu yang
singkat. Namun, proses yang terus menerus diterapkan akan menghilangkan budaya
buruk ini secara perlahan, tetapi pasti.
No comments:
Post a Comment