Wednesday, November 6, 2013

Lunturnya Budaya Disiplin Waktu di Bumi Pertiwi

Picture taken from www.footage.shutterstock.com through www.google.com

Oleh: Nur Ainina Razan

Di era post-modern ini, kecepatan dan ketepatan waktu sangat dibutuhkan di berbagai aspek kehidupan. Tengok saja media massa online Indonesia yang berlomba-lomba untuk menyajikan berita secara cepat atau dokter dan perawat yang harus bisa menangani pasien dengan cepat sebelum hal-hal yang diinginkan terjadi. Di bidang lain, kecepatan waktu juga dibutuhkan, seperti dalam bidang bisnis, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Sayangnya, meski kecepatan dan ketepatan waktu sangat dibutuhkan di berbagai bidang, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak bisa menerapkan disiplin waktu pada kehidupan sehari-harinya. Bahkan, budaya tidak disiplin waktu, atau yang biasa disebut ngaret (baca: melar seperti karet), ini sudah menjadi suatu pemakluman di Indonesia.
Hal yang lebih disayangkan adalah toleransi waktu ini kerap disalahartikan sebagian masyarakat Indonesia sebagai waktu dimulainya suatu kegiatan sehingga banyak orang yang memilih untuk menghadiri suatu acara mendekati batas toleransi waktu. Nampaknya, pepatah “Time is money” atau “Waktu adalah uang” tidak memberikan kesan sedikitpun pada diri mereka.
Padahal, tidak sedikit dari mereka yang sadar bahwa datang pada suatu acara mendekati batas toleransi waktu memiliki banyak risiko, seperti terjebak macet di perjalanan, ban kendaraan bocor, kendaraan kehabisan bahan bakar, atau tertinggalnya barang yang seharusnya dibawa. Di sisi lain, bepergian dengan terburu-buru dapat menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, salahsatunya adalah kecelakaan lalu lintas yang berujung pada kematian.
Sudah saatnya budaya ngaret yang tumbuh subur di bumi pertiwi ini dicabut dari akarnya, yakni kesadaran masyarakat Indonesia atas pentingnya waktu. Hukuman untuk seseorang yang terlambat menghadiri suatu acara hendaknya semakin dipertegas dan tidak dijadikan sebagai sebuah beban, melainkan konsekuensi. Hal ini diharap mampu meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap urgensi waktu yang akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup yang ia miliki dengan penerapan disiplin waktu. Pola pikir masyarakat Indonesia yang sering mengganggap remeh sesuatu pun sudah saatnya diubah menjadi paradigm baru, yaitu “Barang siapa yang terlambat, akan tertinggal”.
Penghilangan budaya ngaret di Indonesia memang tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Namun, proses yang terus menerus diterapkan akan menghilangkan budaya buruk ini secara perlahan, tetapi pasti.

No comments:

Post a Comment