Thursday, July 31, 2014

Book Review: Bukan Pasarmalam

Picture take from www.inspirasi.co through www.google.com
Judul               : Bukan Pasarmalam
Penulis             : Pramoedya Ananta Toer
Penrbit             : Lentera Dipantara
Tahun Terbit    : 1951

Buku karangan penulis terkenal Pramoedya Ananta Toer ini merupakan buku yang memiliki latar pascarevolusi. Tokoh “aku” yang menjadi narator bercerita dalam novel ini tidak diketahui namanya. Tokoh lain memanggilnya “Gus”, entah itu berarti dia merupakan keturunan pemuka agama atau dia memiliki nama Agus.
Di awal cerita, tokoh aku menceritakan perjalannya dengan sang istri dari Jakarta menuju kampung halamannya di Blora demi menemui ayah yang sedang terbaring sakit. Sang ayah mengirim surat pada tokoh aku yang isinya meminta sang anak menemuinya di kampung halaman.
Meski tokoh aku hidup pas-pasan di tanah rantaunya, dia sadar bahwa anak harus patuh pada perintah orangtuanya sehingga dia mencari pinjaman ke sana ke mari untuk membeli tiket kereta ke Blora.
Sesampainya di Blora, adik-adiknya menceritakan hal-hal yang dilewatkan tokoh aku selama merantau. Dia baru tahu bahwa sang ayah adalah seorang guru idealis yang pernah berjuang membela negara ketika orang-orang yang diangkat menjadi pejabat justru sibuk memperkaya diri.
Selain bercerita mengenai perjuangan dan keperwiraan sang ayah, novel ini juga mengangkat hal-hal realistis di kehidupan kala itu, seperti realita sosial, budaya, dan politik. Kehidupan orang pedesaan yang masih percaya dengan hal gaib pun diceritakan dengan apik dalam novel ini.

Di akhir cerita, sang ayah menghembuskan napas terakhir di rumahnya. Saat orang berduyun-duyun melayat, tokoh aku kembali mengetahui hal-hal tentang ayahnya yang selama ini tidak ia ketahui. Akhirnya, dia menyimpulkan bahwa dunia tidak seperti pasar malam di mana orang datang berduyun-duyun dan pulang berduyun-duyun pula, melainkan orang akan datang dan pergi satu persatu sementara yang lain cemas menanti kapan gilirannya.

No comments:

Post a Comment