Monday, March 31, 2014

Ketika Sumpahmu Terkabul


Picture taken from www.nuhazati.blogspot.com through www.google.com

Siang kemarin, salah seorang teman saya bertanya apakah saya menyembunyikan telepon genggam miliknya atau tidak. Saya menjawab dengan jujur bahwa saya tidak menyembunyikannya walaupun setelah itu saya tertawa kecil. Rupanya, dia tidak percaya dengan jawabannya saya dan dia bersikeras meminta saya untuk mengembalikan telepon genggam miliknya.
Merasa saya tidak memberi respons yang jelas, emosinya tersulut hingga dia berujar, “Bener lu nggak nyembunyiin? Sumpah ya? Lu bakal mati kalau gua tahu lu yang nyembunyiin! Mati lu!”. Karena memang merasa tidak bersalah, saya hanya mengiyakan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Dia pun kembali mencari telepon genggam miliknya. Namun, selang beberapa saat, dia kembali pada saya. Dia meraih tangan kanan saya sambil bersumpah, “Demi apa lu nggak nyembunyiin hp gua? Demi Allah? Gua sumpahin lu mati kalau nyembunyiin hp gua!”.

Awalnya, saya hanya berpikir sumpah yang dia lontarkan hanya sekadar candaan yang diungkapkan dalam keadaan kalut dan emosi yang tinggi, bukan perkataan serius. Namun, ketika teman saya yang lain berkata, “Parah banget dia sampe nyumpahin orang mati segala. Dia bukan Tuhan kali!”, saya benar-benar memasukkan tanggapan itu dalam hati saya. Sepanjang perjalanan menuju rumah, tanggapan teman saya berulang kali terlintas di benak saya. Ya, tidak ada yang berhak menyumpah orang lain untuk mati hanya karena hal sepele.

Saya membayangkan, jika setelah kejadian itu saya benar-benar meninggal dunia, apakah teman saya akan menyesal dengan sumpah yang telah ia lontarkan? Akankah dia mendekati jenasah saya dan berkata, “Maaf, saya menyesal sudah menyumpahmu”? Atau justru dia akan mendapat kepuasan batin tersendiri karena sumpahnya terkabul?

Banyak quotation mengenai ucapan yang saya ingat ketika menulis artikel ini, seperti “Mulutmu, Harimaumu”, “Ucapan yang baik bagai bunga teratai yang keluar dari mulut, ucapan yang buruk bagai bisa ular yang disemburkan dari mulut”, “Jagalah lisanmu!”, “Aku tidak pernah menyesal atas kata-kata yang tidak pernah aku ucapkan, tetapi aku kerapkali menyesali ucapan yang pernah aku ucapkan”, “Think before you speak!”, dan juga Remember not only to say the right thing in the right place, but far more difficult still, to leave unsaid the wrong thing at the tempting moment”.

Intinya, dalam emosi setinggi apapun, kita harus menjaga lisan kita dari perkataan yang dapat merugikan orang lain. Jangan menyumpah orang lain walaupun dia telah menyakiti hati kita, sesakit apapun itu. Jika ada yang menyakiti hati kita, jangan sekali-kali mencoba membalasnya karena tanpa kita minta, Tuhan selalu punya cara-Nya sendiri untuk menghukum umat-Nya yang bersalah. Terakhir, jangan sampai kita menyesali perkataan yang telah kita lontarkan ya! Be wise! J

No comments:

Post a Comment